Tingkat korupsi di Indonesia sungguh mencengangkan. Berita penangkapan oleh KPK hampir setiap hari. Sudah banyak yang diadili dan dijatuhi hukuman mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pelakunya macam-macam, tidak hanya dari kalangan rakyat jelata tapi juga hingga public figure dan pejabat pemerintahan. Sepertinya korupsi sudah jadi hal yang lumrah.
Padahal masyarakat sudah tahu bahwa korupsi adalah tindakan yang di larang oleh hukum agama dan hukum negara namun tetap saja tidak berhasil. Apakah yang harus dibenahi. Apakah perlu membabat semua pohon “korupsi” lalu menanam bibit baru seperti yang dilakukan di Tiongkok
Jumlah Angka Korupsi yang Mengkhawatirkan
Lembaga Transparency International (TI) merilis data indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index) untuk tahun 2015. Dalam laporan tersebut, ada 168 negara yang diamati lembaga tersebut dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih negara tersebut dari korupsi. Skor maksimal adalah 100.
Adapun Indonesia menempati peringkat ke 88 dengan skor CPI 36. Skor tersebut meningkat dua poin dari tahun 2014 yang berada di peringkat ke 107. peningkatan CPI Indonesia ini dipengaruhi oleh akuntabilitas publik yang meningkat dan juga pencegahan korupsi yang dinilai efektif
ICW juga memetakan tren korupsi 2015, didapati beberapa modus kejahatan. Modus korupsi yang jamak terjadi selama tahun 2015 adalah penyalahgunaan anggaransebanyak 134 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 803,3 Miliar. Modus korupsi lain yang sering digunakan adalah penggelapan sebanyak 107 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 412,4 Miliar. Lalu diikuti dengan mark up ( 104 kasus), penyalahgunaan wewenang (102 kasus) dan laporan fiktif (29 kasus).
Angka-angka diatas membuat Komisi Pemberantasan Korupsi harus bekerja keras dalam pengungkapan kasus dan penyelesaiannya di pengadilan. Tidak hanya itu, pencegahan juga harus dilakukan.
Kampanye Anti Korupsi Melalui Industri Kreatif
Komisi Pemberantasan Korupsi memulai langkah baru untuk melakukan tindakan pencegahan dengan menggandeng anak muda dengan industri kreatif. Senang sekali saat ada pemuda dari Pontianak yang berhasil memenangkan proses pitching ide pembuatan film pendek tentang korupsi sehingga KPK membiayai pembuatan film ini. Film yang menceritakan bagaimana carut marutnya proses pengerjaan proyek mulai dari uang sogokan membeli proyek sampai upeti yang harus disetorkan kepada oknum setelah proyek selesai dimana akhirnya hasil proyek yang didanai uang rakyat hasilnya tidak sesuai dengan kriteria sehingga mudah rusak.
![]() |
sumber |
Film pendek berdurasi 16 menit ini menggambarkan bagaimana korupsi bisa terjadi di segala bidang dan Akil sendiri membuat film ini berdasarkan pengalaman pribadi dan tentu dengan tokoh fiktif. “Alasan dasarnya sebenarnya hanya berkompetisi ide cerita aja dan saya senang membuat film pendek. Tapi ketika memulai proses pencarian cerita korupsi apa yang ingin saya angkat, disitu mulai sedikit tertantang untuk dukung campaign anti korupsi dengan pengalaman yang pernah saya lewati”. Demikian Akil Budi Patriawan, sang pemilik ide cerita sekaligus sang sutradara film ini mengungkapkan.
Trailer Iklan Gadungan
Idenya berasalah dari cerita mark up anggaran lewat penawaran tender proyek instansi. “Jujur saya pernah tertarik sama hal itu ketika tidak rela ketika proyek itu diambil oleh bendera lain”. Akil berseloroh. “Setelah dijalani, itu sungguh menyakitkan perasaan, konflik batin”.
Akil juga berpandangan, “Ketika tindakan kecil sudah dapat merugikan orang lain dan sering dilakukan, itu sudah bertanda rusaknya mental masyarakat Negara kita. Memang harus mulai berkampanye dari hal yang kecil”. Demikian komentarnya.
Akil sangat berharap bahwa film ini memiliki pengaruh kepada masyarakat luas. Caranya adalah dengan memutarkan dan mensosialisasikannya ke daerah. Harapannya sederhana, agar pemuda senang berbuat jujur mulai dari hal yang terkecil dan bisa memberi contoh kepada teman yang lain.
Hal ini tentu juga penting demi membaiknya skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia agar ada peningkatan signifikan. Di tahun 2013 saja, angka CPI hanya berhenti di angka 32. Ini dikarenakan Lembaga-lembaga publik, misalnya kepolisian, DPR dan lembaga-lembaga perizinan di Indonesia, karena tingkat kerawanan korupsinya cenderung semakin tidak dipercaya oleh masyarakat. Selain berkembangnya permisivitas terhadap praktik korupsi, masyarakat juga mengalami keraguan jika harus melaporkan adanya praktik korupsi di sekitarnya.
Menurut penelitian Global Barometer 2013 oleh transparency internasional, hal ini dikarenakan masyarakat bingung harus melapor ke siapa, bagaimana cara melapornya, takut terhadap konsekuensi atas laporan yang diberikan hingga soal ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kemauan lembaga-lembaga yang menerima pengaduan untuk menindaklanjuti laporan mereka.
Sebagai negara yang terdiri dari pulau yang luas, korupsi tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan saja tapi sudah menyebar keseluruh daerah di Indonesia. Korupsi di Indonesia telah menjadi fenomena sistemik dan menjadi problem sosial-politik yang mengakar. Korupsi sistemik telah melintasi kategori-kategori sosiologis politik pedesaan dan perkotaan. Di dalam sistem seperti ini, korupsi bukan saja mampu mempertahankan dirinya dari usaha-usaha pemberantasan korupsi yang sporadik dan tidak sistematik. Sistem yang korup telah menjadi habitat yang sangat mendukung bagi proses regenerasi koruptor.
Pemberdayaan Anak Muda melawan Korupsi
Anak muda adalah bagian dari masyarakat yang hidup di negara kita. Sikap dan perilaku integritas mereka sangat dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan keluarga, kawan-kawan sebayanya, sekolah, media dan pengalaman hidupnya sehari-hari. Oleh karena itu, memang tidak mudah menjadi anak muda di Indonesia. Komitmen integritas mereka sering terbentur oleh realitas sosial-politik yang memaksa mereka harus bersikap permisif dan kompromistik terhadap praktik korupsi.
![]() |
sumber |
Di sisi lain, kita menyadari bahwa anak muda memiliki posisi strategis dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang bersih. Kegagalan mengurus integritas anak muda saat ini berarti juga kegagalan kita dalam memutus siklus regenerasi koruptor di negeri ini.
Peran anak muda tidak bisa dianggap enteng sebagai peletak dasar bangsa yang bebas korupsi. Perlu pendidikan anti korupsi terus menerus agar tidak mudah goyah oleh godaan korupsi.